09 November 2009

Melarikan Diri ke Dieng

5 November 2009

10.42     Rencana keberangkatan semula adalah pukul 09.00 WIB, tapi karena ada sebagian yang masih kuliah, ujian dan belum sarapan, akhirnya keberangkatan molor 2 jam. Ck..ck..ck.. Enam orang (Salim bonceng Taufik, Dani bonceng Adipur dan Wahyudi bonceng Dimas) telah siap melakukan perjalanan panjang yang akan melelahkan. Menurut rencana sekitar 3 jam kami akan sampai di tempat tujuan.

10.56     Kami mengawalinya dengan berfoto di halaman base camp. Tidak etis rasanya kalau tidak mengabadikan setiap momen yang dilewati. Hoho.. Tapi, tunggu dulu! Dari hasil cepretan yang dilihat, kami baru sadar ternyata Dani tidak memakai helm! Sementara di base camp juga tidak ada helm lagi! Gubrak!

11.02     Mampir beli helm dulu di kios helm depan Pusat Studi Wanita UGM. Tapi g jadi karena harganya kemahalan. Hmm.. krik..krik..krik..  yasudah, kita ke kios yang lain. Semakin panas saja udaranya. Hosh..hosh..hosh..

11.09     Sampai di perempatan Mirota Kampus, lalu lintas agak ramai. Motor di depan Dimas melakukan rem mendadak, menyebabkan Dimas ngerem mendadak pula. Sementara Taufik di belakang Dimas sedikit telat menginjak pedal rem, akibatnya plat nomer Dimas terjerembab ke dalam tedeng Taufik. Sobeklah tedeng itu. Weeeekkk..! Sakne tenan..

11.18     Sementara Dani beli helm di suatu tempat yang aku tidak tahu, kami mapir ke fotokopi Mutiara minta sedikit lakban (dan ngadem, karena panas buanget!) untuk nambal tedeng sementara biar g merembet sobeknya.

11.39     Perjalanan dilanjutkan ke Indomaret Jl. Kaliurang. Beli minum dan permen. Hosh..hosh..hosh..! tambah panas..!

11.47     Baru jam segini masuk Jl. Magelang. Payah!

12.00     Berhenti lagi beli bensin di Jl. Magelang km 15. Sementara langit sudah sedikit mendung. Kami khawatir hujan turun.

12.07     Beruntung mendung tak menurunkan hujannya hingga kami masuk Provinsi Jawa Tengah di Jl. Magelang km 19,5. Kami memutuskan untuk lewat jalur alternative. Sebelum masuk Muntilan belok kiri, tepatnya masuk ke arah GKJ Muntilan melewati Jl. Dalhan Gunung Pring Muntilan lalu belok utara ke arah Jl. Raya Watu Congol Growong. Di jalur ini jalanan relative sepi. Hanya motor-motor penduduk sekitar yang lewat hingga tembus ke jalan utama.

12.43     Kami ke arah Temanggung melewati terminal bus Tidar Magelang.

13.04     Perjalanan berhenti sejenak untuk Shalat Dhuhur di Masjid At-Taqwa Jl. Magelang-Temanggung Secang Windusari. Kami mengecas hape dan jajan bakso kojek yang penjualnya juga ikut shalat. Rp 2.000,- lumayan buat ganjel perut. Hoho..

13.45     Perjalanan di lanjutkan. Kami banyak menjumpai angkot berwarna ungu di sini. Hah, ungu.. warna tahun ini!!

13.50     Memasuki Temanggung.

13.59     Di Jl. Jendral Sudirman kota Temanggung kami mampir makan Bakso Uleg lalu berfoto sebentar di salah satu ruas jalan. Perut kenyang dengan Rp 7.5000,-. Nyam..nyam..

14.14     Berangkat lagi melewati Jl. Letjend Suprapto, Pasar Temanggung, alun-alun kota (wah, sayang sekali, kenapa tadi g berhenti makan di sini saja. Hoho.. kan suasananya lebih asyik), Jl. MT. Haryono hingga masuk Jl. Bulu yang di kanan jalan terdapat perumahan, sedang di kiri terdapat bangunan-bangunan seperti pabrik dengan background Gunung Sumbing. Indahnya…

14.32     Kami melewati sebuah gapura bertuliskan Temanggung Bersenyum Desa Campur Sari. Kemudian kami melewati  Jl. Diponegoro, di kiri kanan banyak kios-kios. Seperti daerah Singosaren di Solo. Ternyata di sini juga ada Pasar Legi! Jangan-jangan ke utara lagi sampai Mojosongo, lalu ibuku melambai-lambai dari jauh, mulih le!?! Di sini banyak berlalu lalang angkot berwarna kuning hingga kami memasuki  Jl. Raya Wonosobo.

14.56     Memasuki Kabupaten Wonosobo.

15.05     Mulai turun rintik-rintik hujan, kami berhenti sejenak di bawah pohon untuk mengenakan jas hujan. Hingga kami beristirahat di alun-alun Wonosobo, berfoto-foto dan jajan batagor Rp 2.000,-. Batagornya enak lho! Mas nyuk! Kemudian kami shalat Asar di Masjid Jami’ Wonosobo. Airnya sudah mulai dingin. Bbbrrrr..

15.35     Sepertinya di atas nanti tidak ada SPBU, jadi kami berhenti sejenak mengisi tanki sampai penuh, berharap bias digunakan hingga besok.

16.44     Perjalanan sudah memasuki Jl. Dieng, jadi sekitar 27 km lagi kami sampai di Dieng. Tak mudah ternyata menempuh jarak itu, meskipun dekat seperti Solo-Klaten, tapi treknya sangat tidak bersahabat. Menanjak tak beraturan seperti di Tawangmangu atau lebih parah! Banyak tikungan tajam! Bersamaan dengan itu, kabut mulai turun. Menghalangi jarak pandang kami, hanya bersisa sejauh 5 meter. Sampai tidak terllihat jurang yang ada di sisi kanan. Kami bergerak perlahan. Memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal. Motor kami tak pernah mencapai gigi 3 atau 4 saat itu. Benar-benar harus bersabar. Hingga kami sampai di satu ruas jalan yang hanya terbuat dari kayu-kayu yang di tata. Awalnya jalan itu beraspal, tapi batu raksasa yang jatuh dari bukit di atasnya menimpa badan jalan sepanjang kira-kira 10 meter dan menghancurkannya hingga runtuh ke jurang. Jalan darurat. Kayu licin jika basah. Hati-hati.

17.35     Kami berhasil menembus kabut, nampak sudah gapura bertuliskan Dieng Plateau Area. Alhamdulillah… udara sudah dingin sekali, kiri kanan terbentang kebun kentang dan kubis. Indahnya.. tapi kami belum sampai. Mungkin sebentar lagi.

18.00     Kami sampai di pertigaan Jl. Dieng km 27! Melihat sebuah peta wisata yang besar di sisi kiri, kami mendekatinya. Di sebelah kanan terlihat dengan jelas penginapan Bu Jono. Seperti yang kami baca di internet-internet. Penginapan yang terkenal. Tapi kami tidak langsung berhenti. Melanjutkan perjalanan lagi hingga sampai di warung makan. Aaaaaaaaaa…!!! Laparnya!!!! G ada burjo atau angkringan y? hoho.. Yasudah, lele dan ayam penyet sangat efektif mengisi perut ini! Meskipun kami tahu itu tidak akan bertahan lama karena udara yang super dingin. Bbbbrrrr..! (terdengar suara adzan Maghrib) rencana awal kami sangat muluk. Tidur di masjid saja, kan g bayar! Haha.. ya, kami merasa aman (dan heran) karena ternyata banyak masjid di sini. Ekstrimnya, setiap melangkah pasti ada masjid. Haha.. tapi merasakan suhu sedingin ini, sepertinya itu tidak mungkin! Jangan-jangan malah mati kaku di masjid! Haha.. kami memutuskan mencari penginapan saja. Tak ingin ambil pusing, Bu Jono jadi pilihan. Satu kamar, satu malam.

20.00     Hah! Semua langsung tepar!!!! Ada yang mandi ada yang tidak, ada  yang ngeteh dulu di bawah sambil nonton tv dan ngecengi bule. Istirahat tidurrrrrrrrr…………!!!! (Oiyha, sebelumnya shalat Maghrib dan Isya dulu dink.)


Jumat, 6 November 2009

03.00     Bangun! Kami sudah berencana melihat sunrise pagi ini. Hmm.. g usah mandi saja. Apa kau gila?! Saat Maghrib kemarin penjual lele penyet bilang, ini hampir 5oC! Lalu berapa saat jam 3 pagi?! Kami menyiapkan semuanya, kaos dilapisi jaket bertopi, celana panjang (sementara teman2 yang lain hanya bercelana pendek), sepatu dan sarung tangan, senter, makanan kecil (roti, pisang, roti pisang) dan air minum.  Turun di lantai 1 disambut dengan teh hangat dan Karin (bule semalem) yang ternyata sudah siap duluan. Are you ready for freezing? Haha.. untuk mengawalinya, kami berfoto di halaman parkir. Lalu berangkat..!!

03.22     Mas Dwi sebagai pemandu kami bilang, kalau kami harus menempuh jarak sejauh 7 km untuk sampai di Gungung Pakuojo, tempat melihat sunrise. Sepanjang perjalanan kami mencium bau bunga tulip, bau belerang dan tlethong (kan g ada sapi?? Oh.. mungkin kotoran yang lain). Sinar bulan yang terang sangat membantu kami menelusuri jalanan yang gelap gulita. Dingin tapi mesra (helleh).  Kami sedikit heran, karena bulan kadang di atas kiri juga kadang di atas kanan, sepertinya perjalanan kami ini hanya berputar-putar saja. Naik turun kanan kiri naik turun kanan kiri. Hmm..

04.03     Sudah terdengar suara adzan, tapi kami belum sampai, masih sekitar satu jam lagi. Sementara itu Karin seperti kuda saja. Maksudku, langkahnya tidak tergesa-gesa, tapi kami selalu tertinggal. Kami melintasi sebuah instalasi pengumpulan uap yang dialirkan ke PLTU melalui pipa-pipa yang besar dan panjang. Mas Dwi juga menceritakan tentang ritual potong gimbal. Hmm.. katanya banyak anak-anak di sini yang rambutnya gimbal, orang tua mereka percaya rambut itu akan menjadi tempat bersemayam leluhur mereka. Hingga suatu saat rambut itu harus dipotong. Hmm..

04.30     Kami mampir di masjid di sebuah perkampungan terakhir sebelum tiba di Gunung Pakuojo untuk menunaikan wudu, kami berencana shalat Subuh di atas bukit. Sepertinya akan menarik dan pasti sangat mengesankan.

04.41     Jalan beraspal habis tepat di samping Danau Cebong, danau yang bersumber dari banyak mata air. Berarti kami sudah menempuh 7 km dari penginapan, lalu kami mulai memasuki rute menanjak dengan jalan berbatu yang masih berembun dan licin. Sekitar 15 menit untuk sampai di atas. Sudah pegel2 kaki ini, tapi masih harus naik lagi. Hmm..

05.00     Alhamdulillah kami sudah sampai di puncak, dan subhanalloh, meskipun matahari belum terbit, tapi pemandangannya sudah indah. Di timur terlihat sinar orange, sedikit di samping kiri Gunung Sindoro. Melihat ke bawah jelas sekali perkampungan penduduk yang masih menyala lampu-lampunya, sedikit diselimuti kabut. Sementara bukit di samping utara memamerkan terasering yang rapi. Sembari menunggu matahari terbit, kami bergantian menunaikan shalat Subuh, beralaskan sarung di atas tanah yang dingin. Tak lama kemudian, muncullah apa yang kami tunggu-tunggu. Matahari terbit. Subhanalloh..!! indahnya.. Mas Dwi bilang kami kurang beruntung, karena kabut terlalu tipis, sinar matahari pecah sehingga matahari tidak terlihat bulat sempurna. (apa peduli ku?!) Ini pertama kalinya untuk ku dan aku terbelalak. Kalau perlu kuganjal mata ini dengan ranting pohon, tak ingin melewatkan sedikitpun!! Sekitar 15 menit kami menikmatinya sambil berfoto, hingga kabut datang menutup perkampungan di bawah. Kami beristirahat sejenak, menikmati bekal yang dibawa sambil bercanda. Hi Karin! Orchestra in my stomach!! (maksudku, I’m hungry. Haha..) Kami makan roti, Karin makan pisang dan mangga. Haha.. Bule ndeso!

06.00     Kami bersiap turun, sebelumnya memastikan bahwa tidak ada sesuatu pun yang tertinggal dan memungut sampah plastik dari bekal yang kami bawa. Ternyata perjalanan menuruni bukit lebih sulit. Batu-batu masih basah dan licin, kemungkinan terpeleset lebih besar, jurang di sisi kanan juga sudah terlihat jelas, semakin menambah kekhawatiran. Setibanya di bawah, penduduk sudah banyak beraktifitas, berlalu-lalang memanggul karung kentang, menanam dan menyiram di kebun, anak-anak SMP berangkat sekolah saling berboncengan membuat kami iri, kecapekan.

06.36     Kami mampir lagi di masjid yang tadi untuk mengisi minum yang sudah habis. Air murni langsung dari sumbernya. Jangan lakukan ini jika Anda tinggal di Mojosongo. Haha..! Mendadak Mas Dwi menawarkan melewati jalan pintas menuju objek selanjutnya. Katanya menghemat 1,5 km. hmm.. sepertinya menarik. Ya..!! menarik sekali pemandangannya! Menuruni terasering, dengan kebun kentang dan kubis di sepanjang kiri kanan, daun2nya masih basah oleh embun, cantik. Pengin ngambil satu untuk dibawa pulang. Hehe.. Jalannya tidak beraspal, jadi sepatumu akan sedikit basah dan jemek.

07.46     Matahari sudah jelas, tapi tidak terik karena angin bertiup dingin sekali. Kami memasuki kawasan belerang. Tanah berwarna putih dengan bau yang khas. Di banyak titik keluar uap dari dalam tanah, dengan suara yang menakutkan. Seperti air mendidih tapi uapnya keluar dari celah yang sempit. Mblug..! Mblug..! Mblug..! Sssstt…! Ssstt…! Mblug…! Mblug..! Mas Dwi sering mengingatkan kami untuk berhati-hati saat melangkah, karena tanahnya rawan mblusuk. Pernah dulu wisatawan dari Jepang sedang asik mengambil gambar, saat mendapatkan sudut yang tepat untuk memotret salah satu lubang sumber uap, ternyata kakinya menginjak tanah yang lemah, mendadak kakinya terjerembab. Saat di angkat, kulit kakinya melekat di sepatu. Hiii… hati2.! Kami sampai di kawah terbesar, Kawah Sikidang. Diameternya sekitar 10 meter, suara air mendidih dan uap yang dihasilkan lebih dahsyat! MBLUG.. MBLUG.. MBLUG… HOSSSTT… HOSSTTT… MBLUGG.. MBLUGG..!

08.05     Mas Dwi mengajak kami mampir ke sebuah pasar kecil di dekat kawah Sikidang untuk sarapan. Tapi sayangnya tidak ada makanan besar. Ibu-ibu di sini hanya menjual pop mie, tahu tempe goreng, kentang goreng dan teh hangat. Mereka juga menjual obat kuat Purwoceng! Haha.. tapi kami tidak membeli itu. Melihat tingkah Karin kami jadi curiga, jangan2 dia bule palsu?! Masak makan tempe dan tahu mentah?! Haduh..cape deh..! Sementara itu, Adi Pur memutuskan menghentikan perjalanan untuk menghemat tenaga. Dia kembali ke penginapan dengan menyewa ojek. Hmm..ok2. Sisanya melanjutkan perjalanan ke objek selanjutnya, Candi Bima. Sepanjang tepi jalan menuju Candi Bima dihiasi dengan bunga-bunga tulip dan bunga lainnya yang berwarna-warni. Mas Dwi memberikan jawaban yang diplomatis sekali saat aku bertanya, “Apakah boleh memetik satu saja bunga tulip di sini?”. Katanya, “Saya belum pernah melihat ada orang yang memetiknya”. Haha.. yoh. Tidak melarang tapi juga tidak mengijinkan.  

08.53     Kami sampai di Candi Bima. Mendengarkan sedikit penjelasan kemudian kami berfoto-foto. Beristirahat sejenak di depan candi dengan duduk-duduk santai di atas rumput. Sesekali moyoki bule yang juga duduk di samping, salah sendiri g bisa bahasa Jawa. Haha..! Perjalanan dilanjutkan lagi, jalanan masih dihiasi dengan bunga-bunga yang indah. Panas tapi mesra (helleh).

09.30     Kami sampai di Telaga Warna dalam keadaan hosh..hosh..! Karena kami tidak lewat gerbang utama, melainkan melihat telaga dari atas bukit di sampingnya. Dan itu membutuhkan energi yang lebih, karena kami harus mendaki di medan menanjak berpasir. Matahari sudah lumayan tinggi sehingga pasir yang terinjak kadang terbang tertiup angin, kasihan teman yang di belakang. Ada jejak ban motor di bukit ini, katanya juga digunakan untuk arena motocross. Subhanalloh, indahnya melihat Telaga Warna dari atas. Jelas sekali warna hijau dan kuning (kata Dimas malah coklat). Kata Taufik warnanya akan berubah sesuai suasana hati. Hmm.. pantas saja dari tadi aku melihatnya berwarna pink (lagi jatuh cinta! Helleh) Tidak diperkenankan berenang di sini karena airnya berbahaya untuk kulit apalagi jika terminum. Ini objek terakhir untuk kami, perjalanan selanjutnya adalah pulang ke penginapannnn!!!! Yesss…!!!

10.00     Perjalanan menuruni bukit sangat seru sekali. Melewati padang ilalang yang tinggi-tinggi hingga pundak! Seperti di video klipnya Letto atau Sherina. Beruntung aku tadi mengenakan celana panjang, karena pasti akan gatal dan banyak nyamuk! Melewatinya sambil mengangkat kedua tangan ke atas, tidak perlu bernyanyi. Kami iseng-iseng saling mengageti satu sama lain dengan bersembunyi di semak-semak yang rimbun. Haha.. Sampai di penginapan disambut tuan rumah dengan ramah, tapi kami kelelahan dan langsung naik ke kamar. Semuan tepar! Tertidur pulassss. Hmm.. kalau saja ada yang mau mijitin kaki ini, pasti enak sekali. Hoho.. jam 11.30 kami bangun siap2 untuk shalat Jumat di Masjid terdekat dengan penginapan Bu Jono.

12.35     Kami check out, sebelumnya merapikan kamar seperti semula dan memastikan tidak ada yang tertinggal di kamar. Total pengeluaran untuk ini adalah Rp 150.000,- untuk sewa kamar satu malam, Rp 60.000,- untuk paket wisata (baik sekali Mas Dwi memberikan banyak diskon, sebenarnya tidak semurah ini. Hoho) dan Rp 7.000,- untuk minuman hangat yang kami pesan malam tadi. Berpamitan dengan tuan rumah, dan Karin ternyata juga check out, katanya mau ke Borobudur. Whalah, po ra kesel to mbak?! Kalau masih ada boncengan kosong bareng kami aja. Haha..brem! brem! Brem! Bismillah.. sudah tidak sabar ingin sampai ke Jogja. ---tadi sudah saya bilang untuk memastikan tidak ada yang ketinggalan kan? Hmm..ternyata sepatu Taufik ketinggalan!! Lha di bungkus kresek hitam! Jadi dikira orok! Eh, sampah!--- padahal sudah turun sejauh 15 km, hiks naik lagi deh. Krik..krik..krik.. Untungnya sampai di atas ternyata sepatunya ada, sekalian beli molen dan donat Rp 5.000,- di warung depan penginapan Bu Jono buat ganjel perut, sementara 4 teman yang lain sudah sampai di Indomaret terdekat.

14.06     Perjalanan terhenti sebentar karena kami lapar. Seperti yang direkomendasikan Pak Jono (iya bukan y? hehe) kami makan Mie Ongklok di Jl. Pasukan Ronggolawe, Wonosobo. Tepatnya dari Dieng, setelah lampu merah pertama belok kiri, warungnya ada di kanan jalan. Satu porsi harganya Rp 4.000,- belum termasuk minuman dan gorengan (haduh! Tempenya sama dengan yang di Dieng tadi, sak uplik tapi tepungnya lebarrr..!)

14.34     Selesai makan kami melanjutkan perjalanan ke Jogja. Di sini, rombongan mulai terpisah. Ada yang berhenti di SPBU untuk menunaikan pipis, ada yang berhenti kehujanan. Ada yang shalat Ashar dulu, dll.

18.00     Alhamdulillah, dengan selamat sampai di base camp.




Kategori: - Perjalanan - Informasi - Opini -



.



2 komentar:

  1. greaatt...
    aku pengen..
    gmna klo km merekomendasikan ke mas guide agar kasi diskon lagi ke aku...
    atau juga bayar sgitu gpp, tp slama tour di gendong,,hahahhaha
    ngmg2 tour, kita masi punya janji tour ke prambanan lhoo..
    hahahha

    BalasHapus
  2. terimakasih siska!!!

    ayo kita ke prambanan!!

    hmm... malah awalnya kami menolak lho di ajak bareng sama tu bule. tapi karena kami baru pertama kali ke sana dan takut nyasar, ya akhirnya ikut aja. @ Rp 10.000,- itu sudah super murah! belum lagi mas dwi nya super ramah. mangstabh lah pokok e!

    tapi ya itu, jangan dipaksakan nek fisik e g kuat. hoho..

    BalasHapus