15 Februari 2010

Jalan-jalan ke Bromo (II)

Sunrise di Penanjakan

Jam 01.00 WIB teng! Setelah mobil isi solar, kami berangkat dengan mata yang ngantuk. Sekitar jam 03.00 WIB, kami merasakan jalur yang dilalui mobil mulai tidak merata dan menanjak, sepertinya akan sampai. Tapi masih lama dink. Haha.. sempat berhenti di satu tempat untuk membayar retribusi. Sepertinya begitu. Jam 04.30 WIB sampai di Penanjakan. Warga setempat ramai-ramai mengerumuni mobil kami menawarkan jasa sewa jaket, kaos tangan dan lainnnya. Tapi kami sudah menyiapkan itu semua dari rumah. Penutup kepala, syal, kaos, sweeter, jaket anti air, kaos tangan, celana panjang yang ringan, kaos kaki dan sepatu atau sandal gunung (dek may makasi pinjeman sendalnya y! hehe). Jadi segera saja kami naik ke puncak Penanjakan melewati beberapa anak tangga. Disepanjang jalan menuju puncak masih banyak orang menawarkan jaket dan lainnya, ada juga warung-warung minum dan jagung bakar. Hmm…

Entahlah, apa yang ada di kanan kiri kami tidak tahu, karena waktu itu masih gelap, kami juga mendengar suara gemericik air, seperti air terjun di salah satu sisi. Sampai di atas, langit masih gelap dan jelas sekali kabut tebal berada di depan. Bahkan bulan di atas kami hanya terlihat temaram tertutup kabut. Puncak Penanjakan bentuknya seperti tempat duduk di stadion bola. Beberapa anak tangga yang bisa digunakan untuk duduk. Sepertinya kami yang pertama kali datang, karena masih sepi. Berangsur-angsur orang-orang mulai berdatangan, dan puncak semakin ramai. Berbaur dengan warga lokal yang menawarkan bunga abadi (apa namanya? Lupa) ada juga yang menawarkan foto dengan begron sunrise. Ha?! Koq bisa?! Itu asli pake kamera atau di Potoshop?!

Langit pagi ini tak bersahabat. Hingga pukul 06.00 WIB kabut masih saja tak mau pergi. Sungguh sia-sia. Dari pada kecewa, kami melampiaskannya dengan berfoto sebanyak mungkin, dan seseorang yang mengaku sebagai teman saya juga berfoto dengan seorang bule. Haha… g penting. Shalat subuh, brrrrr dingin banget airnya. Pake toilet di sana bayar Rp 3000,- jadi waktu itu kami wudu pake air yang dibawa aja. Dikit2. Selepas itu sebelum kembali ke mobil, langit telah terang, kami bisa melihat kanan kiri yang tadi malam tidak terlihat. Sedikit berfoto di gerbang puncak dan beberapa di anak tangga. Hmm..


Gunung Batok

Sepanjang perjalanan menuruni Penanjakan yang berat, jalanan turun dan berliku. Sedikit mirip Tawangmangu, tapi jalannya bolong-bolong. Bahkan di beberapa sisi ada bagian yang longsor. Hmm.. tapi pemandangan yang kami lihat membayar itu semua. Dari atas tampak Gunung Batok dibalik pohon-pohon di tepi bukit. Seakan melambai dan menyuruh untuk segera sampai. Kondisi jalan memperlambat laju kami, semakin tidak sabar.

Bukit habis dituruni, mobil menginjakkan bannya di lautan pasir. Tahukah Anda? Dibagian ini sedikit berbeda dengan yang kami baca di referensi. Tidak ada cerita ban masuk ke dalam lautan pasir atau debu-debu yang berterbangan. Karena waktu itu habis diguyur hujan, jadi pasir mengeras dan mobil apapun dapat melaju dengan lancar, bahkan kami bertemu dengan rombongan touring berseragam biru-biru.  (pengen)

Pak Ma’sum menghentikan mobilnya tepat di tengah lautan pasir di sekeliling padang rumput di bawah Gunung Batok. Beberapa hari lalu kami sudah membaca artikel tentang ini dan melihat foto-fotonya. Biasa saja. Tapi sekarang, kami benar-benar melihatnya dengan mata kepala sendiri. Sungguh saya sangat terbelalak dan hanya bisa berfoto-foto saat itu. haha.. lalu teman-teman mulai naik ke atap mobil dan berfoto disetiap sudut. Sebagian berlari-lari ke tengah padang rumput yang hijau yang Anda bisa tenggelam di dalamnya. Oohh… jika Gunung Batok adalah sebuah kue pasti sudah dari tadi masuk ke dalam perut saya. Itu indah sekali..



Kawah Bromo

Di tengah-tengah saat kami menikmati berfoto bersama Gunung Batok, sering kami lihat beberapa mobil lain melintasi kami menuju ke balik gunung. Heran.. “Mereka mau kemana Pak?” tanyaku kepada Pak Ma’sum. “Ke Kawah Bromo, mas” jawabnya. Apa?! Apakah ada yang lebih bagus dari ini (Gunung Batok) sehingga mereka hanya lewat?! Kami mulai penasaran. Baiklah kalau begitu, antar kami kesana!

Seakan tidak ingin melewatkan sedikitpun, aku, Iput dan Lutfi tinggal di atap mobil sementara mobil melaju ke balik gunung. “Seperti naik gajah!” teriak Iput. Hmm.. aku belum pernah naik gajah, tapi pasti kulit gajah keras sekali y, pantatku sakit ini!

Kami semakin dekat, waktu itu Gunung Batok seperti tirai yang perlahan disibak dan mulai tampak apa yang ada disebaliknya. Waow! Ternyata tempat parkir dan toilet. Hmm.. jadi mereka kesini hanya untuk pergi ke toilet?! Hmm.. “Salim, kau belum melihat sisi yang lain!” tiba-tiba ada suara yang berbisik. Subhanalloh, ini indah sekali! Dari jauh saya bisa melihat sebuah gunung tandus yang cuil puncaknya (seperti tumpeng yang di potong). Keluar asap putih dari dalam. Apakah seseorang sedang membakar sampah di dalam sana?! Hmm…

Itu adalah Kawah Bromo! Puncak dari kunjungan setiap orang di sini. Dan ternyata benar! Klimaks yang sempurna. Tapi sebelumnya, kami ke toilet dulu, hawa yang dingin membuat kami kebelet pipis. Tapi kata orang-orang, saat musim kemarau akan lebih dingin dari pada saat musim hujan. Koq bisa y? Jangan lupa bayar Rp 2.000,-/orang. Hmm.. tak mudah untuk sampai ke atas. Mudah saja sebenarnya, tinggal sewa kuda Rp 20.000,-/orang sudah sampai atas. Tapi kami bukan pasangan suami istri, tidak bisa romantis kalau naik kuda. Jadi teman-teman beramai-ramai jalan kaki mendaki puncak bersama pengunjung lainnya. Hosh.. hosh... masih jauh ternyata, sedikit-sedikit beristirahat dan berfoto. Pasir yang dingin dan kotoran kuda yang bau di mana-mana tidak menghalangi tekat kami untuk sampai di atas. Agak dekat dengan puncak, harga sewa kuda semakin murah, jadi Rp 10.000,-/orang. Haha.. tapi kami tetap berjalan kaki. Tinggal menaiki anak tangga ini kita akan sampai!

!@#$%^&*()_+ Jeng! Jeng! Jeng! Sampai..!!!

Agak sulit buat saya mendeskripsikan keindahan kawah Bromo yang kami lihat waktu itu. Pokoknya, indah beudz! Apalagi kalau baru pertama kali lihat yang seperti ini. Mirip seperti kawah Sikedang di Dieng, mengeluarkan asap belerang yang baunya seperti kentut, tapi keindahannya mengalahkan baunya. Bedanya, kawah Sikedang bisa kita dekati hingga beberapa meter dari bibir kawah dan berfoto dibalik asap, tapi kawah Bromo berada di dalam jurang kawah, jadi bahaya!!! Haha… cukup lihat dari atas saja sambil maem Pop Mie. Waktu itu angin meniup asap menjauh dari kami, sehingga terlihat jelas bagaimana kawah dari atas. Kalau mau mendekat, hehe.. Anda bisa dengar suara seperti air yang mendidih, keras sekali. Blekuthuk… kluthukblek… Blekuthuk… kluthukblek… Jadi pasti sangat menakutkan!





Saya tidak tahu apa yang membuat warga lokal betah ditempat ini. Sumpah! Tempat ini indah minta ampun, tapi tidak mungkin kami berlama-lama. Dingin dan bau yang tidak nyaman. Hmm.. perjalanan turun ternyata juga melelahkan, apalagi kalau Anda tidak bersemangat dan segera ingin pulang. Kelaparan melanda, bakso mungkin bisa mengobati sambil tawar menawar kaos yang dijajakan mas-mas di bawah.

Sebelumnya, Pak Ma’sum sempat menawarkan Air Terjun Madakaripura untuk menjadi objek selanjutnya atau padang rumput dan pasir berbisik (???). Tapi ternyata juga ada tambahan ongkos! 40.000,-/orang katanya. Haha.. g usahlah, hujan-hujan gini, pasti banjir lagipula teman-teman juga sudah loyo.



Baca juga: Jalan-jalan ke Bromo (I); Jalan-jalan ke Bromo (II); Jalan-jalan ke Bromo (III/habis)






Kategori: - Perjalanan - Informasi - Opini -



.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar