20 Juli 2009

Sate Klathak Tusuk Jeruji

Malam ini 16 Juli 2009, akan menjadi pesta untuk merayakan kesuksesan salah satu temanku. Dia baru saja mendapat gaji pertama dari pekerjaannya yang aneh. Entah dimana kami akan merayakannya yang jelas aku tidak akan membawa Pak Tua ikut serta, dia terlalu rentan untuk perjalanan malam hari. Pukul 23.59 WIB, kami (adi pur, taufik, dimas, wahyudi dan aku) berkendara ke selatan. Ternyata salah seorang dari kami sudah punya tempat untuk dituju, Sate Klathak Jalan Imogiri. Hmm.. sepertinya akan enak.

Sekitar jam 00.30 WIB kami sampai. Tempatnya menyeramkan seperti pada scene pertama di film American Gangster. Gelap dan dingin, hanya ada beberapa lampu kuning 5 watt, amis seperti bau darah dan daging busuk, sesekali keluar asap dari dalam. Itu mungki perkiraan yang wajar dari orang2 yg baru pertama kali datang, seperti aku, karena ternyata kami berada di pasar daging. Mereka juga menjual sate di dalam pasar.

Kedatangan kami disambut senyum ramah tukang parkir yang merangkap sebagai Abang tukang sate.

Abang tukang sate : Berapa tusuk mas?

Adi pur : Hmm.. enam mas.

Abang tukang sate : Masing2 orang enam tusuk, gitu?

Adi pur : Bukan! Enam tusuk aja, buat lima orang, mas. Hehe..

Abang tukang sate : Oh.. ok2. (kere men to mas??) Pake ati g?

Adi pur : G usah mas. (nanti ndak makan ati)

Abang tukang sate : Pake gule g?

Adi pur : G usah mas. Hehe..

Abang tukang sate : (hya’ ampun) Ok deh, monggo pinarak mlebet (silakan masuk).

Sementara itu, setelah kami duduk, tiba2 abang tukang minum menawarkan minuman dari sisi kanan, teh atau jeram (jeruk). Minuman teh panas disajikan dalam 5 gelas mungil dan satu teko untuk nambah. Tiba2, abang tukang nasi menawarkan nasi dari sisi kiri, yang biasa atau pake kuah gule. Hmm.. seperti saat di Gudeg Pawon saja, mereka suka maen kaget2an, muncul tiba2 dgn wajah berkeringat kesumupan kompor.

Jrenkkkkkkkkkk…!!! (!@#%$^&*)

Satenya datang! Sungguh mengagetkan! Enam tusuk sate dalam sebuah piring. Tusuknya panjang, dagingnya berdesakan di tengah2. Saat melihat tusuk sate yang terbuat dari jeruji pelek, aku jadi teringat jeruji pelek dari roda belakang Pak Tua yang gogrok (jatuh) saat diservis di Mangkunegaran. Semoga ini bukan miliknya..

Menurut referensi yang kami dapat, 2 tusuk sate dihargai Rp 13.000,00 (tusuk sate ditinggal di tempat). Itu wajar, karena kami merasakan nikmat rasanya, bahkan Pak Bondan akan mencari kata2 yang lebih dahsyat dari sekedar “mak nyus”. Tidak alot dan tidak ada bau kambing. Kami sedikit membuang-buang waktu, tidak segera pulang meskipun makanan sudah habis. Tapi sayangnya, lagi2 kamera tidak dibawa.

Krikk.. krikk.. krikk..

Saatnya menunaikan kewajiban, mbayar! Sebelumnya, kami sempat menguping pembeli lain saat bertransaksi. Tidak jelas berapa harga per itemnya, tapi Abang tukang sate menyebut angka Rp 90.000,00. (mateng ora kwe!!). Beruntung, menu yang kami makan hanya senilai Rp 40.000,00. Semoga ini bukan karena Abang tukang sate telah membaca “Tragedi Rempelo Ati”.





Kategori: - Perjalanan - Informasi - Opini -



.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar