25 Juni 2009

Nikmatnya Gudeg Pawon

Kamis, 24 Juni 2009 pukul 23.30 WIB, lima mahasiswa bimbang (Taufik, Wahyudi, Susilo, Dani dan aku) dan seorang pengangguran (pur) berkendara ke arah selatan menuju salah satu produsen gudeg terkenal di Jogja, gudeg pawon. Tepatnya di Jalan Janturan sebelah selatan UTY dan UAD, dari jauhpun sudah kelihatan banyak sekali mobil dan motor berparkir ria.

Bisa ditebak siapa para pelanggan gudeg ini, ya, para manusia malam dan orang2 yang penasaran seperti kami. Melangkah masuk ke dalam sudah banyak para pelanggan yang lesehan menikmati gudeg. Hmm.. sepertinya akan enak. Dingin sekali malam itu, beruntung sembari kami mengantri, sedang menyala kayu bakar, khas banget suasana pawon (dapur) di desa. Ada wajan besar di atas tungku untuk masak. Atap dan dinding temboknya hitam terkena asap.

Kami memutuskan untuk memesan menu yang sama, nasi gudeg lauk telur. Dingin yang semakin menusuk sedikit membuat salah seorang mahasiswa bimbang, wahyudi, semakin bimbang. Dia memutuskan untuk memesan nasi gudeg lauk telur dan rempelo ati. Ternyata, kebimbangannya menular ke 4 orang lainnya. Sementara taufik tetap keukeuh dengan telornya. Tak apalah, sudah sampai di sini. (tapi rempelo ati ku koq cilik?! Remukan sisan?!)

Hidangan kami bawa keluar dan duduk lesehan di dekat taman di samping meja di depan pintu pawon. Belum sempat kami terhanyut dalam kenikmatan gudeg, tiba2 seekor cindil (tikus imut) lewat di tengah2 kami! Huah! Ada2 saja! Tapi tak apalah, mungkin ini bagian dari servis sehingga tempat ini bisa disebut “benar-benar gudeg pawon”, ditambah lagi hanya kami yang kaget sementara pelanggan yang lain hanya melihat heran. Mungkin tikus sudah lewat di tengah2 mereka sebelum kami datang.

Teh panas menambah kenikmatan kami menyantap gudeg, sambil ngobrol2 banyak hal. Kamera yang sudah dibawa ternyata ketinggalan di jok motor dan kenikmatan gudeg ini tidak mengijinkan kami untuk mengambilnya. Kurang lebih jam 00.45, pemilik pawon memasang tulisan “habis’” di depan pintu pawon. Hmm.. cepat sekali.

Sudah selesai makan, saatnya menunaikan kewajiban, mbayar. Nasi gudeg lauk telur dihargai Rp 5.000,00. Yaa ampun, aku tidak berfikir akan semurah itu. Sedangkan untuk nasi gudeg lauk telur dan rempelo ati dihargai Rp 15.000,00! Yaa ampun, aku tidak berfikir akan seaneh ini. Sepanjang perjalanan pulang tak henti2nya kami menggerutui Wahyudi, mengambil keputusan yang dilandasi perut semata. Sungguh tidak bijaksana. Mending kalo dapet oleh2 foto. Huh!

Berikut persamaan yang dapat menjelaskan kasus rempelo ati di atas:

x + y = 5000 (1)

x + y + z = 15.000 (2)

dimana diketahui, x = nasi gudeg, y = lauk telur dan z = lauk rempelo ati.

subtitusikan persamaan (1) ke persamaan (2), sehingga di dapat z = 10.000

sampai sekarang memori tentang tragedi rempelo ati selalu muncul saat nongkrong di hik (angkringan), benar-benar makan ati.






Kategori: - Perjalanan - Informasi - Opini -



.

4 komentar:

  1. wah kui jeneng e dudu tragedi...
    mung apes salah pesan...
    lha entok bonus to....
    fashion show cindil... ^.*v
    langka kui... ^^\m/


    tami

    BalasHapus
  2. rti sego gudege asline o rupaih no lim

    BalasHapus
  3. @mb yana: hwahahaha... fashion show cindil to gek an. haduh... kwi ws diskenario sing dodol yak e mb. haha..

    @adi: o rupiah pye toh?? tak kandak ke pak zaenal lho kwe. haha..

    BalasHapus
  4. dasar..
    hahhahaha
    ngakak aku maca iki...
    hyayayyayaya
    lmyan dienggo referensi kuliner..tnpa rempelo tentunya..
    hyayyayaya

    BalasHapus