15 Februari 2010

Jalan-jalan ke Bromo (I)

Referensi

Satu hal yang perlu dilakukan sebelum bepergian ke suatu tempat yang belum pernah Anda kunjungi adalah mengumpulkan referensi. Dan itulah yang kami lakukan sebelum pergi ke Bromo. Kami mencari segalanya, di mana-mana. Banyak blog-blog di internet yang menulis tentang Bromo. Apa itu Bromo, peta lokasinya, bagaimana cara mencapainya dari kota Anda, perlengkapan apa saja yang harus dibawa, ongkos transportasi dan lain-lain. Juga ada yang bercerita tentang perjalanan mereka ke Bromo, ada yang touring pake motor atau backpacker-an. Macem-macem. Mengingat bulan ini (awal Februari) sedang musim hujan, jadi waktu itu saya tanyakan keadaan di Bromo kepada teman saya di Surabaya. Katanya, Bromo masih tetap di buka seperti biasa. Oke deh!

(peta Jawa, peta Probolinggo, peta Pasuruan, peta Malang, peta Lumajang, peta Bromo)

Rencana awal kami sebenarnya pengen touring naek motor sama anak-anak Kurowo. Tapi sayangnya mereka lagi sibuk. Jadi hanya dua orang yang ikut, aku dan Adipur. Karena tidak mungkin hanya berangkat berdua, aku ajak lagi dari pihak luar dan ikutlah Iput dan Lutfi dari Vagus FK UNS. Tapi koq cuma dua, cewek lagi. Jadi mustahil kalau touring. Hmm… akhirnya naik kereta saja. Tak disangka selanjutnya, Mas Re dan Om Ge juga ikutan. Total berenam, mantabh!

Dari referensi2 yang di dapat, kami menyiapkan semuanya.

Berangkat

Jam 08.00 WIB dianter adek berangkat ke Stasiun Jebres, sampai di sana kereta belum datang. Tak berapa lama Iput dan Lutfi datang dengan carriernya yang ternyata lebih gede dari carrierku! Hmm.. apakah kita akan mendaki gunung? Atau berwisata gunung? Aku juga tidak tahu, karena kami belum pernah ke sana. Jam 08.30 WIB kereta ekonomi Sri Tanjung datang. Dengan tiket seharga 24.000,- kereta ini membawa kami menuju Probolinggo. Di kereta, kami bertemu Adipur yang sudah lebih dulu naik dari Stasiun Lempuyangan Jogja dan Mas Re dari Stasiun Purwosari. Duduk di gerbong paling belakang yang saat itu masih longgar sehingga bisa ngumpul di satu tempat. Satu gerbong dengan sekuriti kereta, hmm. Tampaknya mereka sudah tahu kalau kami mau ke Bromo. Sekalian aja tanya-tanya. Hmm… Mas Jun, salah satu dari mereka agresif sekali, langsung mendatangi kami dan memulai obrolan.

Di Dalam Kereta

Apakah Anda pernah naik kereta ekonomi? Hmm biar saya deskripsikan sedikit, jadi Anda tidak kaget suatu saat nanti. Seseorang mengatakan kepada saya, naik kereta ekonomi berarti satu gerbong dengan kambing-kambing. Hmm? Saya tidak menjumpai kambing di sini waktu itu atau jangan-jangan orang itu yang naik kereta sambil bawa kambing?! Haha.. yang saya rasakan, saat itu masih sepi jadi seperti tidak akan terjadi apa-apa. Tapi begitu berangkat dan berhenti di stasiun-stasiun kecil. Penumpang mulai bertambah, pedagang-pedagang mulai masuk dan hilir mudik menawarkan dagangannya (tidak ada seorang pun yang masuk membawa kambing). Dagangan yang tak terduga bahwa Anda akan mendapatinya dijual di kereta. Pengamen, orang minta-minta dengan berbagai cara juga ada. Panas dan pengap, apalagi ketika kereta berhenti, tidak ada udara yang bergerak. Belum lagi jika ada orang yang merokok atau anak kecil yang menangis. Hmm.. saran saya, siapkan uang receh koin sebanyak mungkin, jangan pakai pakaian yang terlalu tebal, bawa kipas atau lap keringat, jangan banyak minum atau Anda akan kebelet pipis sementara toiletnya sangat tidak nyaman, bersabarlah, lakukan apapun untuk mengusir kebosanan (ngobrol, baca, mendengar mp3 player atau tidur) dan sadarlah bahwa Anda sedang naik kereta ekonomi. Haha..

Jam 14.00 WIB kereta sampai di Surabaya. Mas Re turun di sini, menjemput Om Ge yang baru bisa berangkat setelah Maghrib. Di Surabaya, kereta ganti posisi, lokomotif pindah ke belakang, jadi sekarang kami di gerbong paling depan. Haha.. bingung. Jam 17.30 WIB kereta sampai di Probolinggo. Stasiunnya sepi, malah seperti bukan stasiun. Tiba di sana langsung shalat Dhuhur dan Ashar di jamak qasar. Di mushala ketemu pensiunan pendaki gunung, katanya sudah pernah mendaki semua gunung. Hmm..

Sampai di Probolinggo

Dari stasiun, kami naik angkot jalur F menuju terminal. “Ngetem dulu ya, mas” kata Pak Mul, pengemudi angkotnya, dengan logat jawa madura yang kadang bikin mikir dulu sebelum dijawab. Dia juga tahu kalau kami mau ke Bromo. “Buru-buru g? Kalau buru-buru saya antar sekarang, tapi ongkosnya jadi 5.000/orang. Gimana?” (harusnya 3000/orang). Yasudahlah, kami langsung diantar ke terminal. Sampai di terminal, sudah banyak sekali Mitsubishi Elf berjajar dan para pemiliknya mendekati kami menawarkan jasanya. Tapi waktu itu, kami disarankan Pak Mul ketemu Pak Ma’sum. Sampai saat ini saya masih bertanya-tanya, apakah mereka bersaudara? Hmm.. di warung milik Pak Ma’sum, kami beristirahat sejenak sambil dijelaskan rute mana saja yang dilayani Elf miliknya dan harga yang dikenakan. Ada dua pilihan waktu itu:

  1. Probolinggo – lewat Pasuruan – Penanjakan – Bromo – Cemoro Lawang - Probolinggo
  2. Probolinggo – Cemoro Lawang – (ganti hardtop ke Penanjakan – Bromo – Cemoro Lawang)

Pilihan pertama, berangkat jam 01.00 WIB dan memungkinkan kami untuk menyaksikan sunrise di Penanjakan. Tapi harus balik dulu lewat Pasuruan. Setelah agak terang, turun ke Bromo dan balik ke Probolinggo. Tarif untuk rute ini Rp 700.000,- pergi pulang. Sudah termasuk retribusi macem-macem.

Pilihan kedua, berangkat saat ini juga (sekitar jam 20.00 WIB waktu itu) tapi hanya diantar sampai Cemoro Lawang. Ongkosnya Rp 25.000,-/orang karena sudah malam, kalau masih siang sekitas Rp 15.000,-/orang saja. Lalu sampai Cemoro Lawang, kalau mau istirahat dulu di penginapan berarti tambah ongkos nginep sekitar Rp 100.000,-/malam. Lalu jam 03.00 WIB, sewa hardtop sekitar Rp 125.000,- untuk diantar ke Penanjakan lalu ke Bromo berakhir di Cemoro Lawang. Baliknya ke Probolinggo? Ya, cari transport lagi entah berapa harganya.

Akhirnya kami pilih yang pertama, karena Mas Re dan Om Ge masih dalam perjalanan dari Surabaya, sampai Probolinggo sekitar jam 11.00 WIB. Dan waktu itu teman-teman juga capek. Sambil nunggu Mas Re dan Om Ge, kami istirahat mandi shalat di Masjid At Taqwa dekat terminal. Setelah mereka berdua sudah sampai, sambil nunggu jam 01.00 WIB, ada yang makan-makan di warung sambil ngobrol-ngobrol. Iput dan Lutfi tidur di mobil.



Baca juga: Jalan-jalan ke Bromo (I); Jalan-jalan ke Bromo (II); Jalan-jalan ke Bromo (III/habis)






Kategori: - Perjalanan - Informasi - Opini -



.